Thursday 21 June 2012

Artikel Tentang BPR


SUSTAINIBILITY BISNIS BPR DI TENGAH PERSAINGAN

Kardiyem

            Bank Perkreditan Rakyat. BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersa­makan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Pada operasionalnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menganut unit banking system yaitu suatu sistem yang menyebutkan bahwa berlakunya pola operasional perbankan pada ruang lingkup tertentu saja, berdiri sendiri dan mempunyai kewenangan yang mencakup kegiatan sebatas di bank bersangkutan. BPR yang terdapat di daerah pedesaan sebagai pengganti Bank Desa, kedu­dukannya ditingkatkan ke kecamatan dan diadakan penggabungan Bank Desa yang ada dan kegiatannya diarahkan kepada layanan kebutuhan kredit kecil untuk pengusaha, pengrajin, pedagang kecil, atau kepada mereka yang tinggal dan berusaha di desa tersebut tetapi tidak atau belum menjadi anggota KUD dan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
            Beberapa tahun terakhir ini, BPR banyak muncul bak jamur di musim penghujan. Data yang diambil dari BI dapat diketahui bahwa jumlah BPR posisi Juni 2011 mencapai 1.682 BPR. Data mengenai perkembangan BPR dapat dilihat pada tabel 1.1. berikut ini:
Tabel 1.1 Perkembangan BPR tahun 2007-2011
Keterangan
2007
2008
2009
2010
2011
Jun
Jul
Agust
Sept
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jumlah BPR
1.817
1.772
1.733
1.715
1.716
1.717
1.715
1.707
1.706
1.706
1.700
1.671
1.679
1.680
1.680
1.682
Jumlah Kantor
3.250
3.367
3.644
3.820
3.848
3.857
3.816
3.833
3.880
3.910
3.922
3.928
3.970
3.996
4.021
4.043
Sumber : Bank Indonesia
            Maraknya pendirian BPR baru  itu terjadi sebagai dampak  dikeluarkannya deregulasi disektor perbankan atau kebijakan perbankan pada bulan Oktober 1988, yang dikenal dengan Paket Oktober 1988 (Pakto 1988). Sedikit mengulas tentang Pakto 1988 bahwa Pakto 88 adalah aturan paling liberal sepanjang sejarah Republik Indonesia di bidang perbankan. Pemberian izin usaha bank baru yang telah diberhentikan sejak tahun 1971 dibuka kembali oleh Pakto 88. Hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru. Bank-bank asing lama dan yang baru masuk pun diijinkan membuka cabangnya di enam kota. Bahkan bentuk patungan antar bank asing dengan bank swasta nasional diijinkan.Reserve requirement bank lokal dari 15% menjadi 2%. Kebijakan Pakto tersebut menyebabkan peningkatan uang yang beredar di pasar. Pakto 88 memberikan kemudahan untuk mendirikan bank swasta baru, memberikan izin bagi perusahaan asing untuk beroperasi di luar Jakarta, memberikan kemudahan bagi bank sehat untuk ekspansi (dengan cara memberikan kredit). Dengan kata lain, kebijakan Pakto 1988 merupakan kebijakan agresif untuk ekspansi.
Perkembangan terakhir yang menarik, berdasarkan data statistik Bank Indonesia tersebut di atas, BPR semakin menggencarkan penambahan jumlah kantor kas dan cabang untuk memperluas jaringan distribusinya. Pada tahun 2005 jumlah kantor sebanyak  3.110, tetapi pada bulan Juni 2011 mengalami kenaikan sekitar 30%, jumlahnya  menjadi 4.043 kantor.  Kondisi ini menggambarkan bahwa BPR berupaya untuk lebih mendekatkan dirinya kepada masyarakat, dan menjadi salah satu cara untuk menghadapi pesaing yang semakin ketat. Semakin bertambahnya jumlah BPR dari tahun ke tahun yang beroperasi menunjukkan bahwa BPR berperan aktif dalam menggairahkan perekonomian nasional. Terlebih dengan adanya bukti bahwa ditengah terpaan krisis ekonomi global, justru unit-unit ekonomi mikro yg bisa bertahan, menjadi bukti bahwa sektor mikro adalah sektor yang tidak boleh diabaikan oleh pemerintah dan bahkan bisa menjadi pondasi perekonomian yang kuat di tengah krisis global. Disisi lain, adanya pendatang BPR akan menambah persaingan menjadi semakin ketat.
Pesaing BPR pertama adalah lembaga keuangan bank dalam hal ini bank umum yang berlandaskan pada data statistik,  masih banyaknya sektor UMK (Usaha Mikro dan kecil) yang tidak tersentuh BPR, sehingga wajar saja untuk digarap bank Umum dengan cara membuka unit pelayanan UMK yang jumlahnya ratusan dan tersebar di mana-mana. Pesaing BPR kedua adalah lembaga keuangan yang bebas berdiri dan beroperasi tanpa aturan yang jelas, dan jika harus ada aturannya maka tidak seketat industri BPR tetapi tetap aman melenggang menggarap sektor UMK dengan caranya sendiri yang penting proses mega cepat, tetapi tetap menguntungkan karena apapun cara penyelesaian kredit bermasalah tidak disorot tajam seperti halnya BPR.
            Seiring dengan persaingan bisnis termasuk dalam dunia bisnis perbankan yang semakin keras dan perkembangan informasi yang sangat cepat, muncul istilah Sustainability semakin popular di kalangan para executive bisnis. “Sustainability is the capacity to endure”  dan “Sustainability has been defined as the capacity to withstand, endure, nurture and prolong over time. An ability to continue that should not be confused with simply surviving, but rather maintaining the vitality and strength to build on, enhance and thrive” (Alan Sheppard, IMS Health). Kedua definisi tersebut pada intinya menekankan pada hal yang sama yaitu kemampuan untuk bertahan suatu organisme ataupun suatu organisasi dalam suatu rentang waktu yang panjang. Yang menarik adalah Alan Sheppard dalam jurnal IMS health menyatakan bahwa kemampuan ini seharusnya tidak hanya diartikan oleh kemampuan untuk bertahan hidup (Simply Surviving) tetapi lebih kepada kemampuan suatu organisasi dalam memelihara vitalitas dan kekuatan yang dimilikinya untuk terus bertumbuh. Kaitannya dengan BPR, maka BPR harus mampu mensikapi tingkat persaingan diantara pelaku keuangan mikro yang semakin ketat harus dengan melakukan pembenahan secara internal termasuk penguatan Sustainability BPR. Sustainability seakan menjadi “magic word” bagi para executive pengambil keputusan dalam setiap perusahaan untuk dapat mempertahankan “kapal” bisnis mereka agar tidak karam. Sustainability bisnis sangat diperlukan untuk mencapai kinerja dan pertumbuhan BPR yang signifikan sehingga mampu bertahan bahkan unggul dalam persaingan.
            Konsep Sustainability juga dilakukan perusahaan dengan menjaga lingkungan sehingga kebutuhan tersebut bisa dipenuhi bukan hanya dimasa sekarang, tetapi juga dimasa depan. Sustainability tersebut dilakukan meliputi banyak faktor antara lain sosial, ekonomi dan lingkungan. Sustainability harus menjadi bagian integral dari perencanaan jangka pendek dan perancangan strategi jangka panjang sebuah perusahaan. Krisis ekonomi global telah membuat masyarakat menjadi lebih curiga terhadap perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang mengabaikan norma-norma sosial akan kehilangan niat baik dari para konsumen, pekerja dan pihak regulator. Dalam sebuah artikel yang baru-baru ini diterbitkan oleh The Economist, secara mengejutkan diungkapkan bahwa krisis yang terjadi baru-baru ini telah membuat konsumen lebih kritis tentang standar-standar sustainability yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang menghasilkan produk-produk yang mereka beli atau jasa yang yang mereka pakai.
Posisi Strategis BPR
            Disadari bahwa selama ini sebagian besar pengusaha mikro dan kecil, serta masyarakat di daerah pedesaan belum mendapatkan pelayanan jasa keuangan perbankan baik dari aspek pembiayaan maupun penyimpanan dana. Adapun lembaga keuangan yang tepat dan strategis untuk melayani kebutuhan masyarakat tersebut adalah BPR dengan pertimbangan:
·       BPR merupakan lembaga intermediasi sesuai dengan UU Perbankan.
       Sama seperti Bank Umum yang berfungsi sebagai lembaga Intermediasi namum bedanya adalah BPR hanya bergerak pada usaha menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan dana.
·       BPR merupakan lembaga keuangan yang diatur dan diawasi secara ketat oleh Bank Indonesia.
       Pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi BPR sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah pedesaan. Dengan demikian pengaturan dan pengawasan BPR yang dilakukan disesuaikan dengan karakteristik operasional BPR namun tetap menerapkan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking) agar tercipta sistem perbankan yang sehat.
·       Adanya penjaminan oleh LPS atas dana masyarakat yang disimpan di BPR.      Menyimpan uang di BPR sangat aman, karena dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku, sehingga tidak ada salahnya jika kita menabung dan atau mendepositokan uang di BPR.
·       BPR berlokasi di sekitar UMK dan masyarakat pedesaan, serta memfokuskan pelayanannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut.
       Peranan BPR dalam membangun perekonomian masyarakat kecil dan sektor Usaha Mikro Kecil sejak jaman kolonialisme sampai sekarang tetap terlihat khas dan disegani banyak pihak.
·       BPR memiliki karakteristik operasional yang spesifik yang memungkinkan BPR dapat menjangkau dan melayani UMK dan masyarakat pedesaan.
       BPR memiliki karakter khusus seperti: memiliki berbagai bentuk pelayanan keuangan simpan dan pinjam, yang terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di pedesaan dengan sistim serta prosedur yang sederhana dan sesuai dengan kebutuhan(UMK) (Sutopo, 2005). Implikasinya adalah hubungan kemitraan yang solid dan bersifat mutualisme menjadi keunggulan BPR dibanding dengan bank umum
            Posisi BPR yang strategis tersebut perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar keberadaan BPR  memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan mendorong perekonomian daerah.
Unsur Pokok Sustainability BPR
Perkembangan industri BPR, tidak terlepas dari kemampuan BPR dalam menyikapi beberapa unsur pokok yang menentukan keberhasilan usaha agar industri BPR dapat sustainability. 
a.    Ownership and Governance
Kepemilikan yang terkait langsung dengan pengelolaan usaha merupakan isu pokok yang menentukan keberhasilan usaha BPR. Dengan hal ini, manajemen dituntut untuk bertindak profesional dan tidak terpengaruh oleh intervensi pemilik dalam mengelola kegiatan usaha BPR. Pengelola wajib mengelola usahanya berdasarkan prinsip kehati-hatian yang ditetapkan oleh Otoritas.
b.    Good Management
Industri BPR yang sehat ditandai pula oleh tersedianya SDM profesional yang didukung oleh kebijakan pengembangan SDM yang baik. Manajemen BPR yang profesional akan berupaya meningkatkan kualitas SDM untuk meningkatkan kompetensi dalam menghadapi persaingan yang ada. Dalam hal ini, manajemen SDM yang baik akan meliputi prosedur rekruitmen pegawai untuk memastikan tersedianya SDM yang layak (qualified), adanya sistem pendidikan dan pelatihan yang teratur serta berorientasi pada kebutuhan nasabah (didukung oleh customer information system). Aplikasi good management membutuhkan information technology (IT) yang memadai sehingga BPR tersebut dapat beroperasi lebih efisien, transparan dan accountable. 
c.    Viability .
Dua indikator utama dalam hal ini ádalah economic dan funding viability, yang ditunjukkan oleh beberapa rasio seperti NPL yang rendah dan efisiensi usaha yang tinggi untuk mencapai profitabilitas optimum. Untuk mencapai hal ini, BPR wajib meningkatkan produktivitas SDM dan menghemat biaya operasional. Dari sisi pendanaan, porsi tabungan dalam struktur dana pihak ketiga (DPK) BPR saat ini perlu ditingkatkan untuk mencapai pendanaan yang sehat dan mengurangi risiko likuiditas. Selain itu, perlu dipenuhi prinsip economic of scale sehingga oleh karena itu perlu terus diupayakan tambahan modal yang memadai. 
d.   Customer Orientation
Meningkatnya kompetisi di kalangan pelaku keuangan mikro mendorong BPR untuk memberikan perhatian kepada kebutuhan nasabahnya dengan merancang jasa keuangan yang dibutuhkan oleh nasabah dengan produk-produk yang inovatif. BPR pada dasarnya merupakan face to face organization, bersifat member base, sehingga perlu pelayanan jemput bola atas simpanan dan pinjaman. 

Sistem pengaturan yang Efektif dan Mendukung Sustainability BPR
a.    Melaksanakan kajian-kajian dalam rangka review dan penyusunan ketentuan
b.    Mengevaluasi ketentuan kelembagaan BPR (kepemilikan dan permodalan)
c.    Merumuskan pengaturan dan pola pengawasan menurut kapasitas dan profil risiko BPR
d.   Merumuskan ketentuan untuk mengakomodasi perkembangan operasional BPR
e.    Mengintensifkan koordinasi dengan berbagai kalangan, instansi dan lembaga dalam rangka harmonisasi ketentuan.
Kesimpulan
Industri BPR telah berkembang secara pesat baik secara kelembagaan maupun kinerjanya. Pesaing BPR pertama adalah lembaga keuangan bank dalam hal ini bank umum yang berlandaskan pada data statistik,  masih banyaknya sektor UMK (Usaha Mikro dan kecil) yang tidak tersentuh BPR, sehingga wajar saja untuk digarap bank Umum dengan cara membuka unit pelayanan UMK yang jumlahnya ratusan dan tersebar di mana-mana. Pesaing BPR kedua adalah lembaga keuangan yang bebas berdiri dan beroperasi tanpa aturan yang jelas. Menghadapi persaingan di dnia perbankan yang begitu ketat, maka BPR harus merespon dengan cara melalakukan perbaikan secara terus menerus baik dari segi internal maupun eksternal, termasuk juga menerapkan sustainability bisnis agar BPR mampu bertahan. Karena pada dasarnya keberadaan BPR ditengah masyarakat sangat strategis dalam upaya memberikan jasa pelayanan kredit kepada UMK di Indonesia. Peranan BPR dalam membangun perekonomian masyarakat kecil dan sektor Usaha Mikro Kecil sejak jaman kolonialisme sampai sekarang tetap terlihat khas dan disegani banyak pihak.
Daftar Pustaka
            http://beritabank.com/bank-perkreditan-rakyat/posisi-bpr-dalam-sistem-keuangan-di-indonesia/ diakses tanggal 10 April 2012 pukul 07.00 WIB
            Materi Indonesia Banking Expo. 2011. BPR Tumbuh ditengah Persaingan. Jakarta, Diakses tanggal 10 April pukul 08.00 WIB
Sutopo, Wahyudi, 2005,”Hubungan Antara Lembaga Keuangan Mikro dan Kontribusi          Usaha Kecil dalam Pengentasan Kemiskinan”, Manajemen Usahawan Indonesia,            No.01, XXX, Januari, hal 3-12

No comments:

Post a Comment