SUSTAINIBILITY BISNIS BPR DI
TENGAH PERSAINGAN
Kardiyem
Email: Kardiyem_pwdd@yahoo.com
Bank
Perkreditan Rakyat. BPR
adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito
berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan
menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Pada
operasionalnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menganut unit banking system yaitu suatu sistem
yang menyebutkan bahwa berlakunya pola operasional perbankan pada ruang lingkup
tertentu saja, berdiri sendiri dan mempunyai kewenangan yang mencakup kegiatan
sebatas di bank bersangkutan. BPR yang terdapat di daerah pedesaan sebagai
pengganti Bank Desa, kedudukannya ditingkatkan ke kecamatan dan diadakan
penggabungan Bank Desa yang ada dan
kegiatannya diarahkan kepada layanan kebutuhan kredit kecil untuk
pengusaha, pengrajin, pedagang kecil, atau kepada mereka yang tinggal dan
berusaha di desa tersebut tetapi tidak atau belum menjadi anggota KUD dan
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan,
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Beberapa tahun terakhir ini, BPR banyak muncul bak jamur
di musim penghujan.
Data yang diambil dari BI dapat
diketahui bahwa jumlah BPR posisi Juni 2011 mencapai 1.682 BPR. Data mengenai
perkembangan BPR dapat dilihat pada tabel 1.1. berikut ini:
Tabel 1.1
Perkembangan BPR tahun 2007-2011
Keterangan
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
|||||||||||
Jun
|
Jul
|
Agust
|
Sept
|
Okt
|
Nov
|
Des
|
Jan
|
Feb
|
Mar
|
Apr
|
Mei
|
Jun
|
||||
Jumlah
BPR
|
1.817
|
1.772
|
1.733
|
1.715
|
1.716
|
1.717
|
1.715
|
1.707
|
1.706
|
1.706
|
1.700
|
1.671
|
1.679
|
1.680
|
1.680
|
1.682
|
Jumlah
Kantor
|
3.250
|
3.367
|
3.644
|
3.820
|
3.848
|
3.857
|
3.816
|
3.833
|
3.880
|
3.910
|
3.922
|
3.928
|
3.970
|
3.996
|
4.021
|
4.043
|
Sumber : Bank Indonesia
Maraknya pendirian BPR baru itu terjadi sebagai dampak
dikeluarkannya deregulasi disektor perbankan atau kebijakan perbankan pada
bulan Oktober 1988, yang dikenal dengan Paket Oktober 1988 (Pakto 1988). Sedikit
mengulas tentang Pakto 1988 bahwa Pakto
88 adalah aturan paling liberal sepanjang sejarah Republik Indonesia di bidang
perbankan. Pemberian izin usaha bank baru yang telah diberhentikan sejak tahun
1971 dibuka kembali oleh Pakto 88.
Hanya dengan modal Rp 10 milyar
maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru. Bank-bank asing lama dan yang
baru masuk pun diijinkan membuka cabangnya di enam kota. Bahkan bentuk patungan
antar bank asing dengan bank swasta nasional diijinkan.Reserve requirement bank
lokal dari 15% menjadi 2%. Kebijakan Pakto tersebut menyebabkan peningkatan
uang yang beredar di pasar. Pakto
88 memberikan kemudahan untuk mendirikan bank swasta baru, memberikan izin bagi
perusahaan asing untuk beroperasi di luar Jakarta, memberikan kemudahan bagi
bank sehat untuk ekspansi (dengan cara memberikan kredit). Dengan kata lain,
kebijakan Pakto 1988 merupakan kebijakan agresif untuk ekspansi.
Perkembangan terakhir yang menarik, berdasarkan data
statistik Bank Indonesia tersebut di atas, BPR semakin menggencarkan penambahan
jumlah kantor kas dan cabang untuk memperluas jaringan distribusinya. Pada
tahun 2005 jumlah kantor sebanyak 3.110, tetapi pada bulan Juni 2011
mengalami kenaikan sekitar 30%, jumlahnya menjadi 4.043 kantor.
Kondisi ini menggambarkan bahwa BPR berupaya untuk lebih mendekatkan
dirinya kepada masyarakat, dan menjadi salah satu cara untuk menghadapi pesaing
yang semakin ketat. Semakin bertambahnya jumlah BPR dari
tahun ke tahun yang beroperasi menunjukkan bahwa BPR berperan aktif dalam
menggairahkan perekonomian nasional. Terlebih dengan adanya bukti bahwa
ditengah terpaan krisis ekonomi global, justru unit-unit ekonomi mikro yg bisa bertahan,
menjadi bukti bahwa sektor mikro adalah sektor yang tidak boleh diabaikan oleh
pemerintah dan bahkan bisa menjadi pondasi perekonomian yang kuat di tengah krisis
global. Disisi lain, adanya pendatang BPR akan menambah persaingan menjadi
semakin ketat.
Pesaing BPR pertama adalah lembaga keuangan bank dalam hal
ini bank umum yang berlandaskan pada data statistik, masih banyaknya
sektor UMK (Usaha Mikro dan kecil) yang tidak tersentuh BPR, sehingga wajar
saja untuk digarap bank Umum dengan cara membuka unit pelayanan UMK yang
jumlahnya ratusan dan tersebar di mana-mana. Pesaing BPR kedua adalah lembaga
keuangan yang bebas berdiri dan beroperasi tanpa aturan yang jelas, dan jika
harus ada aturannya maka tidak seketat industri BPR tetapi tetap aman
melenggang menggarap sektor UMK dengan caranya sendiri yang penting proses mega
cepat, tetapi tetap menguntungkan karena apapun cara penyelesaian kredit
bermasalah tidak disorot tajam seperti halnya BPR.
Seiring dengan
persaingan bisnis termasuk dalam dunia bisnis perbankan yang semakin keras dan
perkembangan informasi yang sangat cepat, muncul istilah Sustainability
semakin popular di kalangan para executive bisnis. “Sustainability
is the capacity to endure” dan “Sustainability
has been defined as the capacity to withstand, endure, nurture and prolong over
time. An ability to continue that should not be confused with simply surviving,
but rather maintaining the vitality and strength to build on, enhance and
thrive” (Alan Sheppard, IMS Health). Kedua definisi tersebut pada
intinya menekankan pada hal yang sama yaitu kemampuan untuk bertahan suatu
organisme ataupun suatu organisasi dalam suatu rentang waktu yang panjang. Yang
menarik adalah Alan Sheppard dalam jurnal IMS health menyatakan bahwa kemampuan
ini seharusnya tidak hanya diartikan oleh kemampuan untuk bertahan hidup (Simply Surviving) tetapi lebih kepada
kemampuan suatu organisasi dalam memelihara vitalitas dan kekuatan yang
dimilikinya untuk terus bertumbuh. Kaitannya dengan BPR, maka BPR harus mampu
mensikapi tingkat persaingan diantara pelaku keuangan mikro yang
semakin ketat harus dengan melakukan pembenahan secara internal termasuk penguatan
Sustainability BPR.
Sustainability
seakan menjadi “magic word” bagi para
executive pengambil keputusan dalam setiap perusahaan untuk dapat
mempertahankan “kapal” bisnis mereka agar tidak karam. Sustainability bisnis sangat diperlukan untuk mencapai
kinerja dan pertumbuhan BPR yang signifikan sehingga mampu bertahan bahkan
unggul dalam persaingan.
Konsep Sustainability juga
dilakukan perusahaan dengan menjaga lingkungan sehingga kebutuhan tersebut bisa
dipenuhi bukan hanya dimasa sekarang, tetapi juga dimasa depan. Sustainability
tersebut dilakukan meliputi banyak faktor antara lain sosial, ekonomi dan
lingkungan. Sustainability harus menjadi bagian integral dari perencanaan jangka pendek dan
perancangan strategi jangka panjang sebuah perusahaan. Krisis ekonomi global
telah membuat masyarakat menjadi lebih curiga terhadap perusahaan.
Perusahaan-perusahaan yang mengabaikan norma-norma sosial akan kehilangan niat
baik dari para konsumen, pekerja dan pihak regulator. Dalam sebuah artikel yang
baru-baru ini diterbitkan oleh The Economist, secara mengejutkan diungkapkan
bahwa krisis yang terjadi baru-baru ini telah membuat konsumen lebih kritis
tentang standar-standar sustainability
yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang menghasilkan produk-produk yang
mereka beli atau jasa yang yang mereka pakai.
Posisi
Strategis BPR
Disadari bahwa selama ini sebagian
besar pengusaha mikro dan kecil, serta masyarakat di daerah pedesaan belum
mendapatkan pelayanan jasa keuangan perbankan baik dari aspek pembiayaan maupun
penyimpanan dana. Adapun lembaga keuangan yang tepat dan strategis untuk
melayani kebutuhan masyarakat tersebut adalah BPR dengan pertimbangan:
·
BPR
merupakan lembaga intermediasi sesuai dengan UU Perbankan.
Sama
seperti Bank Umum yang berfungsi sebagai lembaga Intermediasi namum bedanya
adalah BPR hanya bergerak pada usaha menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan dana.
·
BPR
merupakan lembaga keuangan yang diatur dan diawasi secara ketat oleh Bank
Indonesia.
Pengaturan
dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi
BPR sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang ikut berperan dalam membantu
pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah pedesaan. Dengan demikian pengaturan
dan pengawasan BPR yang dilakukan disesuaikan dengan karakteristik operasional
BPR namun tetap menerapkan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking)
agar tercipta sistem perbankan yang sehat.
·
Adanya
penjaminan oleh LPS atas dana masyarakat yang disimpan di BPR. Menyimpan uang di BPR
sangat aman, karena dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai dengan
ketentuan dan persyaratan yang berlaku, sehingga tidak ada salahnya jika kita
menabung dan atau mendepositokan uang di BPR.
·
BPR
berlokasi di sekitar UMK dan masyarakat pedesaan, serta memfokuskan
pelayanannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut.
Peranan
BPR dalam membangun perekonomian masyarakat kecil dan sektor Usaha Mikro Kecil
sejak jaman kolonialisme sampai sekarang tetap terlihat khas dan disegani
banyak pihak.
·
BPR
memiliki karakteristik operasional yang spesifik yang memungkinkan BPR dapat
menjangkau dan melayani UMK dan masyarakat pedesaan.
BPR
memiliki karakter khusus seperti: memiliki berbagai bentuk pelayanan keuangan
simpan dan pinjam, yang terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan
masyarakat di pedesaan dengan sistim serta prosedur yang sederhana dan sesuai
dengan kebutuhan(UMK) (Sutopo, 2005). Implikasinya adalah hubungan kemitraan yang
solid dan bersifat mutualisme menjadi keunggulan BPR dibanding dengan bank umum
Posisi BPR yang strategis tersebut
perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar keberadaan BPR memberikan
manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan mendorong perekonomian daerah.
Unsur Pokok Sustainability
BPR
Perkembangan industri BPR, tidak
terlepas dari kemampuan BPR dalam menyikapi beberapa unsur pokok yang
menentukan keberhasilan usaha agar industri BPR dapat sustainability.
a. Ownership and Governance
Kepemilikan yang terkait langsung
dengan pengelolaan usaha merupakan isu pokok yang menentukan keberhasilan usaha
BPR. Dengan hal ini, manajemen dituntut untuk bertindak profesional dan tidak
terpengaruh oleh intervensi pemilik dalam mengelola kegiatan usaha BPR.
Pengelola wajib mengelola usahanya berdasarkan prinsip kehati-hatian yang
ditetapkan oleh Otoritas.
b. Good Management
Industri BPR yang sehat ditandai pula
oleh tersedianya SDM profesional yang didukung oleh kebijakan pengembangan
SDM yang baik. Manajemen BPR yang profesional akan berupaya meningkatkan
kualitas SDM untuk meningkatkan kompetensi dalam menghadapi persaingan yang
ada. Dalam hal ini, manajemen SDM yang baik akan meliputi prosedur rekruitmen
pegawai untuk memastikan tersedianya SDM yang layak (qualified), adanya
sistem pendidikan dan pelatihan yang teratur serta berorientasi pada kebutuhan nasabah
(didukung oleh customer information system). Aplikasi good management
membutuhkan information technology (IT) yang memadai sehingga BPR tersebut
dapat beroperasi lebih efisien, transparan dan accountable.
c. Viability .
Dua indikator utama dalam hal ini ádalah
economic dan funding viability, yang ditunjukkan oleh beberapa
rasio seperti NPL yang rendah dan efisiensi usaha yang tinggi untuk mencapai
profitabilitas optimum. Untuk mencapai hal ini, BPR wajib meningkatkan
produktivitas SDM dan menghemat biaya operasional. Dari sisi pendanaan, porsi
tabungan dalam struktur dana pihak ketiga (DPK) BPR saat ini perlu ditingkatkan
untuk mencapai pendanaan yang sehat dan mengurangi risiko likuiditas. Selain
itu, perlu dipenuhi prinsip economic of scale sehingga oleh karena itu
perlu terus diupayakan tambahan modal yang memadai.
d. Customer Orientation
Meningkatnya kompetisi di kalangan pelaku
keuangan mikro mendorong BPR untuk memberikan perhatian kepada kebutuhan
nasabahnya dengan merancang jasa keuangan yang dibutuhkan oleh nasabah dengan produk-produk
yang inovatif. BPR pada dasarnya merupakan face to face organization,
bersifat member base, sehingga perlu
pelayanan jemput bola atas simpanan dan pinjaman.
Sistem pengaturan yang
Efektif dan Mendukung Sustainability BPR
a. Melaksanakan kajian-kajian dalam rangka review dan penyusunan
ketentuan
b. Mengevaluasi ketentuan kelembagaan BPR (kepemilikan dan
permodalan)
c. Merumuskan pengaturan dan pola pengawasan menurut kapasitas dan
profil risiko BPR
d. Merumuskan ketentuan untuk mengakomodasi perkembangan operasional
BPR
e. Mengintensifkan koordinasi dengan berbagai kalangan, instansi dan
lembaga dalam rangka harmonisasi ketentuan.
Kesimpulan
Industri BPR telah
berkembang secara pesat baik secara kelembagaan maupun kinerjanya. Pesaing BPR pertama adalah lembaga
keuangan bank dalam hal ini bank umum yang berlandaskan pada data statistik,
masih banyaknya sektor UMK (Usaha Mikro dan kecil) yang tidak tersentuh
BPR, sehingga wajar saja untuk digarap bank Umum dengan cara membuka unit
pelayanan UMK yang jumlahnya ratusan dan tersebar di mana-mana. Pesaing BPR
kedua adalah lembaga keuangan yang bebas berdiri dan beroperasi tanpa aturan
yang jelas. Menghadapi persaingan di dnia perbankan yang begitu ketat, maka BPR
harus merespon dengan cara melalakukan perbaikan secara terus menerus baik dari
segi internal maupun eksternal, termasuk juga menerapkan sustainability bisnis
agar BPR mampu bertahan. Karena pada dasarnya keberadaan BPR ditengah
masyarakat sangat strategis dalam upaya memberikan jasa pelayanan kredit kepada
UMK di Indonesia. Peranan BPR dalam membangun perekonomian masyarakat kecil dan
sektor Usaha Mikro Kecil sejak jaman kolonialisme sampai sekarang tetap
terlihat khas dan disegani banyak pihak.
Daftar Pustaka
http://beritabank.com/bank-perkreditan-rakyat/posisi-bpr-dalam-sistem-keuangan-di-indonesia/
diakses tanggal 10 April 2012 pukul 07.00 WIB
Materi Indonesia Banking Expo. 2011.
BPR Tumbuh ditengah Persaingan.
Jakarta, Diakses tanggal 10 April pukul 08.00 WIB
Sutopo, Wahyudi, 2005,”Hubungan
Antara Lembaga Keuangan Mikro dan Kontribusi Usaha
Kecil dalam Pengentasan Kemiskinan”, Manajemen Usahawan Indonesia, No.01, XXX, Januari, hal 3-12
No comments:
Post a Comment